- Back to Home »
- Tour »
- Visit Medan North Sumatra Indonesia
Posted by : Rahmad Rivai
27 Oct 2013
Maimoon Palace Visit Medan North Sumatra Indonesia |
Sejarah
Istana Maimun
Istana Maimun, terkadang disebut juga
Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini
didominasi warna kuning, warna kebesaran kerajaan Melayu. Pembangunan istana
selesai pada 25 Agustus 1888 M, di masa kekuasaan Sultan Makmun al-Rasyid
Perkasa Alamsyah. Sultan Makmun adalah putra sulung Sultan Mahmud Perkasa Alam,
pendiri kota Medan.
Sejak tahun 1946, Istana ini dihuni oleh
para ahli waris Kesultanan Deli. Dalam waktu-waktu tertentu, di istana ini
sering diadakan pertunjukan musik tradisional Melayu. Biasanya,
pertunjukan-pertunjukan tersebut dihelat dalam rangka memeriahkan pesta
perkawinan dan kegiatan sukacita lainnya. Selain itu, dua kali dalam setahun,
Sultan Deli biasanya mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar istana.
Pada setiap malam Jumat, para keluarga sultan mengadakan acara rawatib adat
(semacam wiridan keluarga).
Bagi para pengunjung yang datang ke
istana, mereka masih bisa melihat-lihat koleksi yang dipajang di ruang
pertemuan, seperti foto-foto keluarga sultan, perabot rumah tangga Belanda
kuno, dan berbagai jenis senjata. Di sini, juga terdapat meriam buntung yang
memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan meriam
puntung.
Kisah meriam puntung ini punya kaitan
dengan Putri Hijau. Dikisahkan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri
yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya
memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang
Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri
Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja Aceh menjadi
marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan
Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau,
mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam
dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru
ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian depannya ditemukan
di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe. Sementara bagian
belakang terlempar ke Labuhan Deli, kemudian dipindahkan ke halaman Istana
Maimun.
Setiap
hari, Istana ini terbuka untuk umum, kecuali bila ada penyelenggaraan upacara
khusus.
Lokasi
Istana ini terletak di jalan Brigadir
Jenderal Katamso, kelurahan Sukaraja, kecamatan Medan Maimun, Medan, Sumatera
Utara.
Luas
Luas istana lebih kurang 2.772 m, dengan
halaman yang luasnya mencapai 4 hektar. Panjang dari depan kebelakang mencapai
75,50 m. dan tinggi bangunan mencapai 14,14 m. Bangunan istana bertingkat dua,
ditopang oleh tiang kayu dan batu
Setiap sore,
biasanya banyak anak-anak yang bermain di halaman istana yang luas.
Arsitektur
Arsitektur bangunan merupakan perpaduan
antara ciri arsitektur Moghul, Timur Tengah, Spanyol, India, Belanda dan
Melayu. Pengaruh arsitektur Belanda tampak pada bentuk pintu dan jendela yang
lebar dan tinggi. Tapi, terdapat beberapa pintu yang menunjukkan pengaruh
Spanyol. Pengaruh Islam tampak pada keberadaaan lengkungan (arcade) pada atap.
Tinggi lengkungan tersebut berkisar antara 5 sampai 8 meter. Bentuk lengkungan
ini amat populer di kawasan Timur Tengah, India dan Turki.
Bangunan istana terdiri dari tiga ruang
utama, yaitu: bangunan induk, sayap kanan dan sayap kiri. Bangunan induk
disebut juga Balairung dengan luas 412 m2, dimana singgasana kerajaan berada.
Singgasana kerajaan digunakan dalam acara-acara tertentu, seperti penobatan
raja, ataupun ketika menerima sembah sujud keluarga istana pada hari-hari besar
Islam.Di bangunan ini juga terdapat sebuah lampu kristal besar bergaya Eropa.
Di dalam istana terdapat 30 ruangan,
dengan desain interior yang unik, perpaduan seni dari berbagai negeri. Dari
luar, istana yang menghadap ke timur ini tampak seperti istana raja-raja
Moghul.
Perencana
Ada beberapa pendapat mengenai siapa
sesungguhnya perancang istana ini. Beberapa sumber menyebutkan perancangnya
seorang arsitek berkebangsaan Italia, namun tidak diketahui namanya secara
pasti. Sumber lain, yaitu pemandu wisata yang bertugas di istana ini,
mengungkapkan bahwa arsiteknya adalah seorang Kapitan Belanda bernama T. H. Van
Erp.
Renovasi
Istana ini terkesan kurang terawat,
boleh jadi, hal ini disebabkan minimnya biaya yang dimiliki oleh keluarga sultan.
Selama ini, biaya perawatan amat tergantung pada sumbangan pengunjung yang
datang. Agar tampak lebih indah, sudah seharusnya dilakukan renovasi, tentu
saja dengan bantuan segala pihak yang concern dengan nasib cagar budaya bangsa.
Sumber : http://syair4artikel.wordpress.com